
Pemerintah Mau Putihkan 3,3 Juta Hektar Lahan Sawit, Imbas Aturan Tak Jelas
Pemerintah berencana untuk melegalkan sekitar 3,3 juta hektar perkebunan kelapa sawit yang saat ini berada di dalam kawasan hutan. Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki pengelolaan industri sawit yang sebelumnya dinilai tidak terstruktur dengan baik.
Langkah ini merujuk pada pasal 110A dan 110B dari Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) Nomor 110A dan 110B, yang mengatur izin usaha di kawasan hutan serta sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut. Namun, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin, menilai adanya kebingungan terkait penetapan kawasan hutan yang meliputi lahan sawit. Hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan dalam proses perizinan, yang mengarah pada ketidaksepahaman di kalangan pelaku usaha.
“Dari awal, penetapan kawasan hutan yang melibatkan lahan sawit memang sering menjadi masalah. Landasan hukum yang belum jelas dan tidak konsisten seringkali menimbulkan berbagai interpretasi terkait sanksi yang diterapkan oleh satgas,” ungkap Bustanul dalam Forum Group Discussion di Nagara Institute, Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Bustanul juga menekankan bahwa HGU yang dimiliki oleh pelaku industri sawit saat ini tidak bisa sepenuhnya terpengaruh oleh UU Cipta Kerja, karena HGU tersebut sudah terbit lebih dahulu dan sulit untuk dibatalkan.
Dia menyarankan agar pemerintah melakukan dialog dan sosialisasi dengan para pelaku industri serta masyarakat untuk menghindari kesalahpahaman lebih lanjut.
Senada dengan Bustanul, Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto, menyatakan bahwa perlu ada perbaikan dalam tata kelola industri sawit di Indonesia, termasuk memisahkan antara aspek pendapatan negara dan pengelolaan HGU.
“Jika fokus hanya pada pendapatan, masalah tidak akan selesai. Yang lebih penting adalah memperbaiki tata kelola agar lebih jelas dan transparan,” ujar Kacuk.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Sawit IPB, Budi Mulyanto, menekankan bahwa tujuan dari pengelolaan sektor sawit dan pendapatan negara harus dipisahkan. Dia mengingatkan agar pemerintah lebih mengutamakan pengelolaan yang baik, termasuk pentingnya pendataan dan kejelasan legalitas lahan.
“Pendataan yang tepat dan pengelolaan berbasis data yang jelas akan menghindarkan kita dari polemik sengketa HGU di masa depan. Kejelasan ini juga akan berdampak positif bagi negara,” pungkas Budi.
Mohammad Fadil Djailani