OLIGARKI INDONESIA Praktik dan Dampaknya pada Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
PDF: Penelitian Oligarki – Nagara Institute
Oligarki adalah apabila;
- Kondisi di mana sistem politik dikuasai oleh segelintir aktor yang memerintah dan mengontrol konsentrasi massa yang masif serta sumber daya finansial untuk mempertahankan dan meningkatkan kekayaan pribadi serta status sosial.
- Tatanan kekuasaan yang memusat, di bawah kendali elit dalam jumlah amat kecil.
- Oligarki adalah anak kandung kondisi struktural yang penuh ketimpangan.
- Oligarki semakin dominan ketika para aktor super kaya terlibat dalam politik mempertahankan dan memperbesar kekayaan.
Bagaimana Oligarki bekerja;
- Lemahnya institusi negara terhadap kekuatan finansial oligarki;
- Kompetisi elektoral yang mahal dan tidak transparan;
- Partai politik yang tidak memiliki basis ideologi dan minimnya praktik rekrutmen yang solid membuka kesempatan kepada oligarki untuk:
- Membajak kepala pemerintahan
- Menciptakan parlemen pemangsa (predatory parliament)
- Mempengaruhi proses pembuatan kebijakan dan undang-undang
Oligarki Otoriter Orde Baru beradaptasi menjadi 2 (dua) model:
- Oligarki Absolut (strategi untuk menjaga eksistensi dan kontinuitas di internal partai):
- Penyapihan: menggunakan konflik internal untuk mengganti kader loyal dengan “pendatang baru” yang disapihnya.
- Penunjukan: pengurus partai lama tiba-tiba kehilangan posisi digantikan oleh anggota yang tidak memiliki ketidakterikatan cita-cita dan sejarah partai.
- Oligarki Akomodatif (menjaga kompetisi dan konsensus dengan partai lain di eksternal partai):
- Pertukaran: pejabat publik yang juga pengurus partai, terpaksa meninggalkan partainya dan masuk ke partai yang memberinya suaka politik.
- Penitipan: kader/pengurus loyal partai tiba-tiba diganti oleh pengurus pendatang yang juga bagian dari oligarki di partai lain.
ALASAN DAN SEBAB OLIGARKI PARTAI DOMINAN DALAM PENGISIAN JABATAN PUBLIK PASCA REFORMASI
- Alasan Objektif
- Adanya gabungan sistemik antara kekuatan politik dan kekuatan finansial
- Ketergantungan partai terhadap dukungan pemodal yang dipertukarkan dengan hak khusus
- Alasan Subjektif
- Keinginan untuk selalu di dalam pemerintahan dan menentukan jalannya pemerintahan tersebut
- Rekrutmen politik dan kaderisasi partai yang sarat kepentingan politik elit
- Cacat Konstitusional Pasal 6A ayat (2) UUD 1945
- Frasa “gabungan partai politik” menyebabkan partai politik dapat bersekongkol untuk memperkuat oligarki.
- UU No. 2/2008 dan UU No. 2/2011 tentang Partai Politik
- Pasal 16 ayat (1) mengenai recalling anggota parlemen oleh parpol menyebabkan parlemen kehilangan kemerdekaannya.
- Pasal 2 ayat (4) tidak mewajibkan demokrasi internal partai dalam AD/ART.
- UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3
- Pasal 239 ayat (2) tentang PAW anggota DPR.
- UU No. 7/2017 tentang Pemilu
- Pasal 222 dan 223 ayat (2) mengenai presidential threshold melanggengkan oligarki;
- Penambahan pasal baru mengenai batas sumbangan dana kampanye berupa dana maksimal yang dapat diterima, sehingga kekuatan modal antar kontestan terukur;
- Penambahan pasal mengenai money politics agar lebih progresif menjerat seluruh pihak, termasuk penerima.
- UU 1/2015 tentang Pilkada
- Pasal 7 huruf q mengenai larangan politik dinasti telah dibatalkan oleh MK berdasarkan putusan No. 34/ PUU-XIII/2015. Pasal ini harus dihidupkan kembali dalam revisi UU Pilkada.
- UU No. 5/2014 tentang ASN
- Meskipun bukan jabatan hasil pemilu, namun jabatan administratif publik ASN tidak terlepas dari kekuatan politik yang sangat tergantung pada hasil pemilu. Penting dalam UU ASN mengatur larangan yang tegas terhadap rangkap jabatan. Berdasarkan riset Ombudsman tahun 2017, terdapat 259 Pejabat Publik ASN yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
ANGGOTA DPR RI PERIODE 2019-2024 YANG TERPAPAR DINASTI POLITIK
DINASTI POLITIK DALAM PILEG 2009, 2014, 2019
PETA DINASTI POLITIK PILKADA 2015, 2017 dan 2018
KEPALA DAERAH TERPAPAR DINASTI POLITIK 2015, 2017, dan 2018
Rekomendasi Nagara Institute untuk selamatkan Indonesia:
- Batalkan semua regulasi yang menfasilitasi dominasi oligarki dalam pengisian jabatan publik. Amandemen Pasal 6A ayat 2 Konstitusi Republik Indonesia, revisi UU Pemilu dan UU Kepartaian, untuk menghilangkan koalisi “palsu”, partai rental, mahar politik, kader multipartai, memborong partai, pembelotan partisan, kepungurusan ganda, dll.
- Meski kostitusional, putusan MK yang memenangkan penggugat perkara Nomor 33/PUU-VIII/2015 dengan membatalkan larangan calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana merupakan keputusan yang salah. Keputusan MK bahwa Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945, disadari atau tidak, akan melanggengkan oligarki politik melalui politik dinasti.
- Selama masa transisi dan konsolidasi demokrasi, UU Pemilu beserta seluruh peraturan hukum terkait seharusnya hanya membolehkan satu orang dari setiap keluarga yang dapat menjadi peserta pemilu atau menempati jabatan politik puncak.
- Tinggalkan jenis partai massa dan berubah menjadi partai kader, partai ideologi, atau partai kader+ideologi.
- Benahi sistem rekrutmen partai untuk menempatkan orang-orang berbakat pada jabatan politik puncak dan pada pemerintahan representatif. Yaitu orang-orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan integritas politik yang memadai.
- Mendesak partai agar segera mempersiapkan kader terbaiknya terkhusus untuk mengisi tiga formasi, yaitu Kader Pemilih; Kader Pejabat Politik; Kader Pengurus Partai.
- Menolak ketua partai/pimpinan partai yang tidak terpilih melalui mekanisme demokratis.