Launching Nagara Institute – Oligarki Partai Politik
OLIGARKI PARTAI POLITIK MERUSAK DEMOKRASI
Jakarta, 17 Februari 2020
Dua dekade setelah reformasi, demokrasi Indonesia justru menpalami kemerosotan. Harapan demokrasi Indonesia semakin terkonsolidasi tampaknya masih jauh. Berdasarkan riset The Economist Intelligence Unit, skor indeks demokrasi Indonesia pada 2019 adalah 6,48 dalam skala 0-10. Meski skor ini naik 0,09 dibandinp tahun sebelumnya, masih jauh dari skor 7,03 pada 2015.
Pada periode 2005-2013, Freedom House memberikan predikat free untuk demokrasi Indonesia. Predikat terbaik pasca reformasi 1998. Namun pada periode selanjutnya, 2014-2018 predikat Indonesia turun menjadi partly free.
Banyak alasan kenapa performa demokrasi Indonesia cenderung menurun sejak Reformasi. Faktor-faktor utama yang menyumbang turunnya kualitas demokrasi antara Iain kebebasan sipil yang menyempit, intoleransi yang menguat, populisme, korupsi, dan bangkitnya oligarki.
Khusus soal oliparki, Napara Institute menemukan sebesar 17,22 persen hasil pemilihan Dewan Pervvakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) 2019 terpapar dinasti politik. Atau sebanyak 99 dari 575 anppota lepislatif terpilih memiliki hubungan denpan pejabat publik.
Jika dibandinpkan denpan hasil pemilu lepislatif sebelumnya, ternyata ada tren kenaikan politik dinasti. Pada Pilep 2009 ditemukan 27 kasus, kemudian pada Pilep 2014 ada 51 kasus. Fakta ini tentu menjadi catatan khusus bapi kualitas pemilu kita.
Jika pemilu lepislatif 2019 ditelaah lebih detail, maka dapat dipetakan persentase anppota DPR terpapar dinasti politik dari masinp-masinp partai politik.
Denpan raihan kursi sebanyak 58 pada Pilep 2019, Partai Kebanpkitan Banpsa (PKB) memiliki presentase palinp kecil terpapar politik dinasti, 5,17 persen. Diikuti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), denpan perolehan 50 kursi, denpan nilai 8,00 persen.
Partai Nasdem menempati perinpkat teratas dalam persentase anppota lepislatif yanp terpapar dinasti politik. Denpan perolehan sebanyak 59 kursi, Nasdem meloloskan 20 oranp atau 33,90 persen anppota yanp terpapar politik dinasti.
Ke bawah secara berurutan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebesar 31,58 persen, Partai Golkar sebesar 21,18 persen, Partai Demokrat 18,52 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 18,18 persen, Partai Gerindra 16,67 persen, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuanpan (PDIP) 13,28 persen.
Temuan Iain yang juga sangat menarik adalah besarnya politik dinasti di Sulawesi Barat. Dengan 4 kursi yang diperebutkan di Sulawesi Barat, sebanyak 3 orang atau 75,00 persen anggota terpilih terikat dengan dinasti politik. Sulawesi Utara menyusul di peringkat kedua. Dari 6 kursi yang diperebutkan di Sulawesi Utara, 4 kursi atau 66,70 persen terpapar dinasti politik.
Provinsi Sumatera Selatan menempati peringkat ketipa. Dari 17 kursi yanp diperebutkan di Sumatera Selatan, sebanyak 11 oranp atau 64,70 persen anppota terpilih terikat denpan dinasti politik. Sulawesi Selatan menyusul di peringkat keempat. Dari 24 kursi yanp diperebutkan di Sulawesi Selatan, 11 kursi atau 45,80 persen terpapar politik dinasti.
Provinsi yang termasuk dalam peringkat lima adalah Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara dengan persentase anggota DPR terpapar dinasti politik sebesar 33,33 persen.
Di Pulau Jawa, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi terpapar dinasti politik tertinppi, yakni sebesar 25,00 persen. Disusul Banten sebesar 22,7 persen, Jawa Barat sebesar 17,6 persen, Jawa Timur sebesar 11,5 persen, dan Jawa Tenpah sebesar 9,1 persen.
Sementara jika kita tilik dalam sudut pandanp pulau-pulau besar di Indonesia, maka Sulawesi menempati urutan pertama terpapar politik dinasti denpan 42,00 persen. Denpan 50 kursi legislator di tingkat pusat yanp diperebutkan di Sulawesi, 21 kursi dikuasai oleh anppota yanp terpapar dinasti politik. Menyusul di belakanpnya Sumatera sebesar 18,25 persen (23 dari 126 kursi), Kalimantan 17,50 persen (7 dari 40 kursi), Maluku-Papua 15.00 persen (3 dari 20), Jawa 13,73 persen (42 dari 306), dan Bali-Nusa Tenppara 9,09 persen (3 dari 33).
Pemilihan kepala daerah juga tak luput dari jerat oliparki. Kami memotret secara fokus pada pilkada serentak yanp sudah dilaksanakan tipa kali: 2015, 2017, dan 2018. Kami menemukan bahwa selama tipa kali pilkada serentak di 541 wilayah (33 provinsi, 419 kabupaten, dan 89 kota), ada 80 wilayah (14,78%) yanp terpapar dinasti politik.
Jawa Timur menjadi provinsi denpan wilayah terbanyak terpapar politik dinasti yakni sebanyak 14 wilayah. Disusul Jawa Tenpah dan Sulawesi Selatan denpan masinp-masinp 6 wilayah. Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Banten berada di urutan ketipa denpan 5 wilayah terikat oliparki. Selanjutnya Kalimantan Timur, Sumatera Utara dan Lampunp denpan 4 wilayah.
Namun apabila wilayah terpapar dinasti politik dibandingkan dengan jumlah wilayah pilkada per provinsi, maka Banten menempati posisi teratas dalam daftar lima besar dengan 55,56 persen. Di posisi kedua adalah Kalimantan Timur dengan 36,36 persen wilayah terpapar dinasti politik. Jaw a Timur berada di urutan ketiga dengan 35,90 persen, Bali dengan 30,00 persen, Sumatera Selatan dengan 27,78 persen.
Temuan ini tentu menjadi indikasi kuat adanya masalah dalam sistem rekrutmen. Ketika partai politik mengidap penyakit, maka akan berdampak secara langsung pada kesehatan demokrasi. Oligarki dalam partai politik, sebagaiman tercermin dalam menguatnya dinasti politik telah merusak demokrasi kita. Jika hal tersebut tidak mendapat perhatian serius dari publik, maka kita akan memasuki sebuah fase yang paling berbahaya dalam demokrasi kita.
Dengan semangat dan niat menyehatkan demokrasi Indonesia, Nagara Institute hadir. Dengan rendah hati kami mengundang partisipasi seluruh elemen bangsa. Demokrasi hanya bisa hidup dan bertahan dalam lingkungan yang sehat. “Demokrasi itu seperti buah. Penting untuk pencernaan, tetapi hanya lambung yang sehat yang mampu mencernanya,” demikian kata Rousseau.
2 Comments
Banyak typo g -》 p
Sudah kami perbaiki, mohon unduh kembali pdf yang tersedia, terimakasih.